Selasa, 29 April 2014

Penduduk Membludak, Pemungkiman Non Permanen Dimana-mana


oleh: Valentia, Ulfiana, Bayu


Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Jakarta merupakan ibu kota yang juga merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Jumlah penduduk di Jakarta pada tahun 2011 berdasarkan sensus penduduk, mencapai 9,6 juta jiwa dan sebanyak 2,5 juta jiwa warga luar Jakarta yang bekerja di Jakarta pada siang hari. Hal ini yang menyebabkan Jakarta menjadi kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara dan kota urutan yang kedua. Sedangkan luas Jakarta hanya sekitar 661,52 km2. Jika dilakukan perhitungan maka setiap orang di Jakarta hanya memiliki 68,9 m2 belum termasuk penduduk di luar Jakarta yang bekerja di Jakarta.
Jumlah penduduk di Jakarta masih terus bertambah dari adanya migrasi setiap arus balik mudik. Pertambahan penduduk setiap lebaran tercacat sebanyak kurang lebih 2100 jiwa untuk tiap tahunnya. Tak heran banyak tempat bukan pemungkiman dipaksa menjadi pemungkiman penduduk seperti kolong jembatan, bantalan kali dan lainnya. Hasil limbah rumah tangga dari pemungkiman dadakan ini akan terbuang di tempat bukan pembuangan limbah seharusnya. Akibatnya Jakarta menduduki peringkat ketiga terkotor di dunia menurut WHO. 
Sebagai warga negara Indonesia, hal ini menjadi hal yang cukup memprihatinkan. Tinggal di kolong jembatan sebenarnya berbahaya dan tidak baik bagi kesehatan. Akan tetapi jumlah warga yang tinggal di kolong jembatan mencapai 2000 kepala keluarga. Hunian di kolong jembatan rawan terjadi kebakaran, bahkan dalam 1 tahun terdapat 2 kali kasus kebakaran di kolong jembatan. Selain itu nilai estetika pada kota Jakarta akan ikut menurun.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan antipasi pada penduduk yang tinggal di kolong jembatan. Sejak gurbenur DKI baru mulai menjabat, banyak rumah susun yang dibangun untuk warga dengan rumah non permanen untuk tempat tinggal. Akan tetapi sampai sekarang masih banyak saja jumlah warga yang tinggal di kolong jembatan. Seharusnya pemerintah lebih ketat lagi dalam melakukan inspeksi dan memberikan hukuman bagi warga yang melanggar. Kita tidak bisa semata-mata menyalahkan warga yang tetap tinggal di kolong jembatan. Jumlah penduduk yang semakin banyak dan tempat yang terbatas memaksa warga harus tinggal di tempat yang ada. Sehingga pemerintah DKI juga harus membatasi jumlah warga yang masuk ke DKI. Banyak warga Indonesia yang selalu beranggapan bahwa ibukota merupakan kota yang dapat menghasilkan pendapatan yang cukup menjanjikan. Sehingga jika pemerintah ingin membatasi jumlah penduduk yang masuk DKI, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemerataan fasilitas untuk seluruh kota di Indonesia sehingga tidak adanya penumpukan penduduk di satu kota.  Sehingga warga yang tinggal di kolong jembatan tidak ada lagi.



Sumber:  http://www.suarapembaruan.com

Sumber Gambar:http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1350629129/realisasi-pemukiman-kampung-deret
id.celebrity.yahoo.com/foto/lima-juta-warga-jakarta-tinggal-di-permukiman-kumuh-1395677441-slideshow/permukiman-warga-di-kawasan-kolong-jembatan-jelambar-photo-1395677049289.html

Selasa, 01 April 2014

Opini Masalah Banjir

Masalah banjir di Indonesia sudah merupakan kebiasaan tahunan yang harus diderita oleh sebagian besar wilayah jawa. Masalah ini merupakan masalah lama yang hingga sekarng belum pernah terpecahkan solusinya. Karena masalah ini sudah muncul berlarut-larut, pemerintah Indonesia sudah mulai untuk membicarakan proyek penanganan banjir pada pihak Belanda. Pada tanggal 22-28 maret, wakil presiden Budiono sudah melakukan kunjungan ke Belanda untuk mengetahui sistem kerja penanganan banjir di Belanda. Wapres saat di Belanda meninjau, Maeslant Barrier, pintu air yang didesain khusus untuk menahan hujan badai yang sering melanda Belanda pada musim antara bulan Oktober hingga April. Sehingga diharapkan dengan adanya kerja sama Indonesia-Belanda ini dapat menyelesaikan masalah banjir ini.
Masalah banjir sebenarnya bukan semata-mata karena pemerintah. Masalah ini dapat muncul dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat tentang sampah. Sampah yang sembarangan dibuang pada sungai menyebabkan saluran air yang mengelir lebih mengecil yang dapat menyebabkabkan meluapnya air sungai. Proyek kerja sama antara Indonesia-Belanda ini memang bagus akan tetapi jika kesadaran masyarakat tenteng sampah tidak perdah dibenahi maka teknologi dari Belanda sekalipun tidak akan dapat berkerja dengan baik. Teknologi Belanda dapat berfungsi dengan baik di negri asalnya karena adanya kesadaran masyarakat Belanda untuk tetap menjaga lingkungan.



Sumber: http://analisadaily.com/news/read/wapres-dan-menteri-belanda-bahas-penanganan-banjir/18209/2014/04/01