Kamis, 30 April 2015

Sarjana dan Kejujuran

Hmm.. apasih kesamaan dari sarjana dan kejujuran? kenapa harus membahas masalah ini?
Kata orang jika mau sukses harus jujur. Kata orang lagi nih, jika mau sukses ya harus memiliki ilmu. Jadi kesamaan dari sarjana dan kejujuran adalah sama-sama kunci untuk meraih kesuksesan. Tapi ini kata orang kebanyakan lho.. Bukan kata saya. Disini saya ingin berbagi sedikit tentang pemahaman dari analisa yang saya buat sehingga menghasilkan suatu pengertian bagi saya tentang kejujuran dan sarjana (ini opini saya pribadi jadi bisa tepat bisa saja kurang tepat).
Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingin meluruskan bahwa pemahaman yang diperoleh itu berdasarkan lingkungan dan sifat dari individu. Jadi mungkin saja apa yang saya kemukakan bisa menjadi pro dan kontra sehingga mohon dimaklumi.

Pertama kita akan membahas tentang kejujuran. Saya terlahir bukan dari keluarga yang ekstrim dengan lingkungan yang tidak ekstrim pula. Jadi besar kemungkinan pemikiran saya hampir sama dengan orang-orang kebanyakan. "Kejujuran akan membawa kesuksesan", tapi disini saya tidak membenarkan pernyataan ini 100%. Kenapa? karena sebelumnya kita harus menjabarkan definisi dari sukses. Sukses ini merupakan kejadian baik yang diharapkan atau tentang pekerjaan atau apa? Nah, karena sukses saja tidak bisa didefinisikan secara jelas maka kejujuran sendiri pula tak bisa dipahami secara baik. Kejujuran seperti dua mata uang yang saling berlawanan. Di satu sisi kejujuran merupakan kebaikan tapi di satu sisi lebih baik seseorang tidak jujur, seperti contohnya seorang dokter yang berbohong pada pasiennya agar si pasien tetap berjuang melawan penyakitnya. Hal  seperti ini bukan hal yang buruk kan?
Bagi saya kejujuran merupakan pernyataan kebenaran yang diketahui oleh seseorang. "kebenaran yang diketahui" bukan berarti kebenaran yang sesungguhnya. Terkadang kebenaran yang sesungguhnya lebih baik untuk tidak diungkapkan agar tidak menyebabkan luka pada seseorang. Untuk hal ini saya sangat setuju tentang adanya berbohong. Sebenarnya tujuan orang untuk berbohong memang untuk melindungi orang tersebut dari perasaan terluka. Akan tetapi orang cenderung untuk menggunakan kebobohongan untuk kepentingan diri sendiri. Tentu saja hal ini bukan hal yang bagus baik untuk nilai, norma ataupun etika. Karena itulah kejujuran sangat penting untuk dijaga dalam kehidupan bersosialisasi yang berpegang pada nilai, norma dan etika. Jadi kesimpulannya, bagi saya kejujuran merupakan hal penting dalan kehidupan bersosialisasi akan tetapi jika kebenaran yang diketahui dapat melukai orang lain dan berakibat buruk baginya, kejujuran dapat ditinggalkan karena dalam bersosialisasi yang dibutuhkan adalah rasa nyaman antar individu sehingga dapat menjadi suatu sistem yang harmonis. Selama kebohongan yang dibuat tidak melukai orang lain bagi saya itu sah-sah saja.

Selanjutnya adalah masalah sarjana. Jujur bagi saya dari kecil kuliah S1 itu seperti pendidikan TK, SD, SMP dan SMA, yaitu pendidikan yang sudah sewajarnya saya dapatkan. Memang dulu sarjana merupakan barang mewah yang masih dianggap "wow". Tapi seiring berjalannya waktu sarjana menjadi sebuah pendidikan yang sudah banyak diperoleh semua orang (yah walaupun sebenarnya ada banyak juga yang tidak kuliah). Mungkin karena itulah lulusan S1 yang tidak memiliki skill yang unik akan susah mencari pekerjaan karena ada banyak yang sama. Seperti contohnya produk HP (Handphone), dulu HP sangat jarang ditemui sehingga HP hitam putih tanpa fasilitas apa-apa saja dapat laku dipasaran karena saat itu memang masih barang "wow". Coba bandingkan dengan sekarang, HP model seperti itu tidak akan laku lagi dipasaran kenapa? karena dulu mulai banyak produsen HP yang menjual model yang sama akan tetapi ditambah dengan beberapa fasilitas tambahan agar konsumen berminat seperti layar warna dan lama-lama berkembang menjadi seperti ini. Begitu pula dengan title sarjana, karena dulu yang mengenyam pendidikan S1 hanya sedikit maka S1 merupakan jaminan lengkap dalam kehidupan mencari pekerjaan. Sekarang semua tidak berlaku lagi sehingga bagi saya sarjana hanya menjadi batu pijakan dan bukan puncak kesuksesan dalam kehidupan masa kini (apalagi yang kuliahnya asal-asalan). Untuk itulah sebagai mahasiswa yang akan mendapatkan gelar S1 tersebut, kita juga harus mengasah kemapuan-kemampuan unik dalam hidup kita agar dapat menjadi individu yang memiliki jaminan. Apalagi perubahan mainset orang masa kini yang lebih menitikberatkan pada kemampuan. Jadi bagi para sarjana, gelar S1 tak sehebat itu yang menyebabkan berbangga hati. Berbangga hatilah jika kita sudah sukses dari usaha keras kita selama ini.